Jumat, 05 Maret 2010

Bonex viking




Melihat sejarah, VIKING dan BONEK adalah pendukung sejati dari klub perserikatan yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari sejak jaman perserikatan, yaitu PERSIB dan PERSEBAYA. Dilihat dari kacamata awam, tidak mungkin pendukung sejati yang berani mati demi mendukung timnya bisa bersahabat bahkan bersaudara dengan pendukung sejati yang sama-sama berani mati demi mendukung tim musuh bebuyutan. Tetapi ternyata VIKING dan BONEK membuktikan bahwa mereka bisa. Persaudaraan mereka dilandasi perasaan senasib dimana mereka selalu dijadikan bahan hujatan dan pendiskreditan dari masyarakat sepakbola nasional. Bahkan pers nasional pun paling senang apabila ada kerusuhan di partai yang melibatkan PERSIB atau PERSEBAYA karena bisa dijadikan headline dan sudah jelas pihak mana yang akan disalahkan.

Sejak dulu VIKING dan BONEK diidentikkan dengan kerusuhan. Istilahnya dimana ada pertandingan yang ditonton oleh VIKING atau BONEK maka akan terjadi kerusuhan. Hal-hal jelek dan bersifat mendiskreditkan itulah yang lebih sering diekspos oleh media massa nasional. Padahal tidak semua kegiatan atau kelakuan VIKING dan BONEK berujung pada kerusuhan. Dan tidak semua kerusuhan itu diakibatkan oleh mereka. Mereka hanyalah kaum tertindas yang selalu dipersalahkan karena dosa-dosa di masa lalu. Sangat jarang sekali (atau bahkan tidak pernah?) media massa nasional memberitakan kegiatan positif yang VIKING atau BONEK lakukan. Sangat jauh berbeda dengan pemberitaan media massa nasional tentang pendukung tim lain. Ketika terjadi kerusuhan yang melibatkan mereka hanya ditulis sedikit (atau bahkan tidak ditulis sama sekali?) dan ditutupi dengan kata-kata “oknum yang mengatasnamakan pendukung…”. What a bullshit! Sedangkan ketika melakukan kegiatan positif, media massa nasional langsung memberitakan secara besar-besaran, sebesar berita kerusuhan yang melibatkan VIKING atau BONEK. Bahkan saking terlalu seringnya pemberitaan yang memojokkan VIKING sebagai bobotoh PERSIB, bobotoh lain yang bukan anggota VIKINGpun menjadi antipati terhadap media massa nasional. Sampai ada jargon di kalangan bobotoh bahwa “PERSIB besar bukan karena pemberitaan media massa nasional, PERSIB besar karena bobotoh dan prestasi. PERSIB dan bobotoh tidak membutuhkan media massa nasional untuk menjadi besar. Media massa nasional-lah yang membutuhkan PERSIB untuk menjadi besar dan terkenal”.

Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan senasib dan berkembang menjadi ikatan persaudaraan, selain tentunya kerusuhan di Jakarta dimana BONEK yang hendak mendukung PERSEBAYA di Senayan diserang oleh sepasukan organisasi masyarakat (?), yang tidak usah saya sebutkan disini karena semua juga sudah tau, dan kemudian diselamatkan oleh beberapa bobotoh (anggota VIKING) yang kebetulan sedang ada disana. Juga ketika PERSIB melawat ke Surabaya, dimana anggota VIKING yang mendukung PERSIB di sana dijamu sangat baik oleh BONEK. Demikian pula ketika PERSEBAYA yang bertanding di Bandung, giliran BONEK yang dijamu sangat baik oleh VIKING.
Indahnya persaudaraan diantara dua kubu suporter TERBESAR di Indonesia itu. Jadi saat ini BONEK bukan hanya berarti BONDO NEKAT, tapi bisa juga berarti BOBOTOH NEKAD.

Kamis, 11 Februari 2010

Tak Ada Dendam dari Aremania



Pertemuan terakhir Persebaya dengan Arema di Surabaya diwarnai dengan aksi anarkis pendukung Green Force. Kala itu, ribuan suporter Surabaya mengamuk dan membakar beberapa kendaraan serta merusak fasilitas Gelora 10 Nopember Surabaya, home base Persebaya.

Fakta pahit itu masih tergambar jelas di benak Aremania, suporter Arema. Apalagi, kerusuhan itu sempat mengancam keselamatan para pemain tim kesayangannya. Nah, kini kedua tim bertemu lagi. Namun, kali ini giliran Persebaya yang melawat ke markas Singo Edan. Dengan latar belakang laga terakhir jelas bentrok sore ini tergolong "rawan".

"Tidak bisa kami pungkiri kalau pertandingan ini merupakan partai yang paling ditunggu Aremania. Pertandingan dimana nantinya kami bisa menunjukkan pada publik nasional bahwa Aremania tidak menyimpan dendam," tegas Yuli Sumpil, dirijen Aremania, kemarin.

"Lewat pertandingan nanti kami juga ingin menegaskan sikap kami bahwa Aremania merupakan suporter yang cinta damai. Suporter yang memang layak untuk diteladani sesuai predikat terbaik yang telah kami sandang," sambungnya.

Meski sudah ada garansi dari supoter, panpel Arema tetap tak mau melihat pertandingan sore ini sebagai partai biasa. Panpel tetap menyiapkan segala bentuk antisipasi sebagai langkah dukungan aksi simpatik Aremania.

Salah satu cara yang mereka tempuh adalah melipat gandakan personel keamanan. Jumlah total mencapai 1.568 personel, terdiri atas 1.338 TNI/Polri, 180 pamswakarsa, dan 50 match steward. Jumlah personel pengamanan itupun tercatat yang terbanyak selama Arema bertindak sebagai tuan rumah. Penambahan itu akan dikonsentrasikan untuk menangkal masuknya pihak-pihak yang ingin mengacaukan mimpi manis Aremania dalam membangun indahnya laga Arema dengan Persebaya.

Pengamanan juga dibagi dalam empat ring. Ring satu di dalam stadion, ring dua di tribun, ring ketiga di luar stadion, serta ring empat di hotel tempat kedua tim menginap dan fasilitas umum. "Dengan cara apapun kami akan tetap berusaha membantu teman-teman Aremania untuk mempertahankan citra yang telah melekat pada mereka. Semoga saja langkah kami menambah jumlah aparat keamanan mampu menjadi salah satu penopang keinginan Aremania untuk mengakhiri pertandingan dengan kenangan indah," ujar Muklis, ketua panpel Arema.

Mbah Surip Yang Bonek itu.. pernah ciptakan lagu buat BONEK






Siapa yang tak kenal dengan Mbah Surip ? seorang mantan penyanyi dan pengamen jalanan yg namanya melambung di tahun 2009 lewat lagunya "Tak Gendong". Orang mungkin melihat bahwa Mbah Surip seakan-akan terlalu cepat nge-TOP nya, seperti penyanyi karbitan yag cepat melambung tapi juga cepat tenggelam. Anggapan itu salah besar, krn Mbah surip mengalami masa-masa sulit dan gelap yg penuh dengan lika-liku dan perjuangan, bahkan pernah Mbah Surip berjalan kaki dari Bulungan menuju Ancol dengan hanya menenteng guitar buatannya sendiri. Mbah Surip sangat di kenal di kalangan pengamen bulungan sejak tahun 85-an, terutama pengamen dari kalangan arek suroboyo dan jawa timur yg sangat mendominasi di kelompok KPJ Bulungan. Mbah Surip juga sudah banyak menciptakan lagu-lagu sebelum lagu Tak Gendong menjadi Hit saat ini. Ia sudah melahirkan tujuh album, yaitu Ijo Royo-royo, Siti Maelan, Indonesia Satu, Bonek, Barang Baru, Bangun Tidur, dan Tak Gendong. Khusus lagu tentang Bonek Ia dedikasikan buat semangat perjuangan Bonek dalam mendukung Persebaya.

Ayah empat anak dan kakek empat cucu yang lahir di ”Jerman” alias Jejer Kauman, Magersari, Mojokerto, Jawa Timur, ini mungkin selalu menjadi anomali di sekitar lingkungan ”gaulnya”. Selama bertahun-tahun, Mbah Surip beredar di Warung Apresiasi (Wapress) Bulungan, TIM, dan Pasar Seni Ancol sebagai orang ”merdeka”. Hidupnya suka-suka. ”Siapa yang dekat dengannya, dialah yang menghidupi.

”Mbah sekarang ini tinggal di mana?” tanya Tarzan, ketika memandu acara TV

”Ya, masih di Indonesia, ha-ha-ha...,” jawab Mbah Surip sambil terkekeh. Tarzan, yang biasanya tangkas bertukar dialog saat melawak, kali ini seperti mati angin. Ia cuma nyengir sembari menggaruk-garuk kepala.

Lelaki bernama asli Urip Ariyanto ini selalu tampil di depan publik dengan gaya ”kebesarannya”, rambut gimbal serta topi, baju, dan celana berwarna bendera Jamaika. Gaya ”rastafarian” ini memang mengacu pada gaya pemusik reggae Bob Marley. Banyak yang menafsir, ia pengikut Bob Marley yang mencintai kebebasan berekspresi. Tetapi, Mbah Surip menyangkal. ”Saya malah tidak tahu kalau musik yang saya mainkan itu namanya reggae, ha-ha-ha,” tuturnya.

Asal tahu, menurut pengakuan Mbah Surip, sejak dulu sampai sekarang, ia sedang belajar salah. ”Kalau belajar benar itu sudah biasa, saya sedang belajar salah....” Maka itu, sangat tidak mungkin mengejar kata ”belajar salah” pada Mbah Surip. Lelaki yang dulu menggelandang dalam arti sesungguhnya, antara Bulungan, Jakarta Selatan; Taman Ismail Marzuki (TIM); dan Pasar Seni Ancol, ini ibarat pasir pantai. Kalau kita menggalinya lebih dalam, tak lama kemudian air laut menutupinya.

Dan kini Mbah Surip sudah tiada, Semoga segala amalannya di terima oleh Allah SWT dan mendapat tempat paling mulai di sisi-Nya. Mbah... Bonek love you fullll.. Selamat jalan Mbah Surip. Lagu Bonek karangan Mbah saya jadikan warisan yg teramat berarti bagi kami.

Tanpa Bonek, Persebaya Tak Berdaya







SURABAYA,(GM)-
Tanpa dukungan bonek, Persebaya Surabaya tak berdaya, ditaklukkan Sriwijaya FC 0-2 (0-1) pada pertandingan lanjutan Liga Super Indonesia (LSI) 2009/2010 di Stadion Gelora 10 November Surabaya, Rabu (10/2). Kedua gol Sriwijaya FC dicetak Ambrizal menit ke-38 dan Zah Rahan Krangar di masa injury time babak kedua.

Kekalahan itu membuat Persebaya terpaku di papan bawah klasemen sementara dengan nilai 22. Sedangkan Sriwijaya FC mengumpulkan nilai 28.

Seperti dilaporkan goal.com, bermain di stadion yang sunyi, Persebaya terlihat kurang bergairah. Praktis permainan dikuasai Sriwijaya FC. Pemain tim tamu dengan leluasa menguasai lini tengah untuk membongkar pertahanan Persebaya.

Persebaya hanya sesekali mengancam pertahanan Sriwijaya. Peluang terbaik Persebaya dihasilkan melalui tendangan keras John Tarkpor Sonkaley pada menit 25. Namun, tendangannya ditepis kiper Sriwijaya FC, Ferry Rotinsulu.

Memasuki menit ke-38, Sriwijaya FC membuka keunggulan lewat gol Ambrizal. Gol itu berawal dari kesalahan pemain belakang. Ambrizal yang tak mendapat pengawalan berarti menanduk bola ke gawang Persebaya memanfaatkan sepak pojok Sulaiman Alamsyah Nasution.

Di babak kedua, permainan Persebaya mulai hidup. Tim tuan rumah mampu menguasai permainan. Sejumlah peluang juga didapatkan. Tapi akibat kekurangtenangan di barisan depan, sejumlah peluang itu menjadi sia-sia.

Pemain Persebaya semakin frustrasi melihat upaya mereka tidak membuahkan hasil. Mereka meninggalkan lapangan dengan lemas setelah Zah Rahan memperbesar keunggulan menjadi 2-0 pada masa injury time.

Dari Balikpapan, Persiba bermain imbang 1-1 dengan Persema Malang di Stadion Persiba Balikpapan. Kapten tim asal Kroasia, Mijo Dadic menyelamatkan Persiba dari kekalahan melalui gol satu menit menjelang laga usai. Persema unggul lebih dulu lewat gol M. Kamri pada menit 55.

Di Samarinda, tuan rumah Persisam Putra Samarinda meraih kemenangan 2-0 atas tamunya PSPS Pekanbaru. Dua gol kemenangan Persisam disumbangkan Ahmad Sembiring Usman menit ke-41 dan eksekusi penalti Ronald Daian Fagundez pada menit 83. (B.82)**

Brotherhood BONEK Surabaya & VIKING Bandung











Melihat sejarah, VIKING dan BONEK adalah pendukung sejati dari klub perserikatan yang sudah menjadi musuh bebuyutan dari sejak jaman perserikatan, yaitu PERSIB dan PERSEBAYA. Dilihat dari kacamata awam, tidak mungkin pendukung sejati yang berani mati demi mendukung timnya bisa bersahabat bahkan bersaudara dengan pendukung sejati yang sama-sama berani mati demi mendukung tim musuh bebuyutan. Tetapi ternyata VIKING dan BONEK membuktikan bahwa mereka bisa. Persaudaraan mereka dilandasi perasaan senasib dimana mereka selalu dijadikan bahan hujatan dan pendiskreditan dari masyarakat sepakbola nasional. Bahkan pers nasional pun paling senang apabila ada kerusuhan di partai yang melibatkan PERSIB atau PERSEBAYA karena bisa dijadikan headline dan sudah jelas pihak mana yang akan disalahkan.

Sejak dulu VIKING dan BONEK diidentikkan dengan kerusuhan. Istilahnya dimana ada pertandingan yang ditonton oleh VIKING atau BONEK maka akan terjadi kerusuhan. Hal-hal jelek dan bersifat mendiskreditkan itulah yang lebih sering diekspos oleh media massa nasional. Padahal tidak semua kegiatan atau kelakuan VIKING dan BONEK berujung pada kerusuhan. Dan tidak semua kerusuhan itu diakibatkan oleh mereka. Mereka hanyalah kaum tertindas yang selalu dipersalahkan karena dosa-dosa di masa lalu. Sangat jarang sekali (atau bahkan tidak pernah?) media massa nasional memberitakan kegiatan positif yang VIKING atau BONEK lakukan. Sangat jauh berbeda dengan pemberitaan media massa nasional tentang pendukung tim lain. Ketika terjadi kerusuhan yang melibatkan mereka hanya ditulis sedikit (atau bahkan tidak ditulis sama sekali?) dan ditutupi dengan kata-kata “oknum yang mengatasnamakan pendukung…”. What a bullshit! Sedangkan ketika melakukan kegiatan positif, media massa nasional langsung memberitakan secara besar-besaran, sebesar berita kerusuhan yang melibatkan VIKING atau BONEK. Bahkan saking terlalu seringnya pemberitaan yang memojokkan VIKING sebagai bobotoh PERSIB, bobotoh lain yang bukan anggota VIKINGpun menjadi antipati terhadap media massa nasional. Sampai ada jargon di kalangan bobotoh bahwa “PERSIB besar bukan karena pemberitaan media massa nasional, PERSIB besar karena bobotoh dan prestasi. PERSIB dan bobotoh tidak membutuhkan media massa nasional untuk menjadi besar. Media massa nasional-lah yang membutuhkan PERSIB untuk menjadi besar dan terkenal”.

Hal itulah yang mungkin menjadi salah satu penyebab munculnya perasaan senasib dan berkembang menjadi ikatan persaudaraan, selain tentunya kerusuhan di Jakarta dimana BONEK yang hendak mendukung PERSEBAYA di Senayan diserang oleh sepasukan organisasi masyarakat (?), yang tidak usah saya sebutkan disini karena semua juga sudah tau, dan kemudian diselamatkan oleh beberapa bobotoh (anggota VIKING) yang kebetulan sedang ada disana. Juga ketika PERSIB melawat ke Surabaya, dimana anggota VIKING yang mendukung PERSIB di sana dijamu sangat baik oleh BONEK. Demikian pula ketika PERSEBAYA yang bertanding di Bandung, giliran BONEK yang dijamu sangat baik oleh VIKING.
Indahnya persaudaraan diantara dua kubu suporter TERBESAR di Indonesia itu. Jadi saat ini BONEK bukan hanya berarti BONDO NEKAT, tapi bisa juga berarti BOBOTOH NEKAD.
Karena VIKING atau BONEK sama saja!